NANCHANG, KOMPAS.com - Pertengahan November mulai memperlihatkan tanda-tanda akhir musim gugur di China. Suhu udara mulai turun pada kisaran 15 derajat Celcius, cukup dingin bagi orang Indonesia yang biasa dimanjakan iklim tropis yang serba hangat. Namun, dinginnya udara itu tak menghalangi aktivitas sekelompok mahasiswa Indonesia di kota Nanchang, Provinsi Jiangxi, yang terletak di bagian tenggara Republik Rakyat China.
Sabtu (16/11/2013), puluhan mahasiswa Indonesia berkumpul di kampus Nanchang University, menggelar sebuah acara bertajuk Indonesian Food Festival (IFF). Kurang lebih satu bulan, Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Tiongkok cabang Nanchang mempersiapkan perhelatan pertama di Kota Nanchang tersebut. Meski mengangkat tema kuliner, IFF tidak melulu menyajikan hidangan khas Indonesia, tapi juga beragam atraksi kesenian Indonesia.
“Acara ini digelar untuk lebih memperkenalkan Indonesia terhadap masyarakat internasional, khususnya yang berada di Kota Nanchang,” kata Ketua Panitia IFF, Boihaqi.
Ternyata, IFF memang mendapat sambutan sangat antusias. Acara dimulai pukul 15.00 waktu setempat dengan pemotongan tumpeng oleh Ahmad Syaifuddin Zuhri sebagai perwakilan PPI Tiongkok, yang disambut dengan tetabuhan rebana oleh mahasiswa Indonesia di Nanchang University. Hal itu sekaligus menandai dimulainya acara IFF yang diselenggarakan di pusat keramaian lapangan kantin 1 Universitas Nanchang itu.
Tak berselang lama setelah pembukaan, ragam masakan Indonesia yang dijajakan dalam 4 tenda besar pun langsung diserbu para pengunjung, membuat panitia kelabakan. Dan memang, selama 2 jam acara, ragam masakan Indonesia itu ludes tanpa sisa. Kursi yang disediakan panitia untuk menyaksikan atraksi kesenian pun tak mampu menampung ratusan pengunjung yang hadir, sehingga mereka berdiri mengitari panggung.
Para pengunjung tampak antusias menikmati nasi kuning, pecel, soto ayam lamongan, mau pun rujak dan berbagai jajanan pasar seperti kue klepon, nagasari, lemper, pisang goreng, pallu butung dan lain lain yang disediakan panitia. Masing-masing masakan itu dijual dalam paket-paket kecil seharga 5 yuan, atau kurang lebih Rp 9.500 setiap paketnya. Sementara di atas panggung berbagai atraksi kesenian diperagakan secara rancak oleh para performer.
Semua masakan tersebut dibuat sendiri oleh mahasiswa Indonesia di Nanchang University dan sebagian bumbu-bumbunya dibawa langsung dari Indonesia karena beberapa bumbu tidak bisa ditemukan di China.
Yang tak kalah menarik, penampil acara kesenian bukan hanya para mahasiswa Indonesia, tapi juga para mahasiswa China. Salah satunya, pertunjukan angklung yang ditampilkan oleh 16 orang mahasiswa China yang semuanya mengenakan pakaian batik. “Mereka khusus berlatih angklung selama 1 bulan,” kata Widi, selaku kordinator acara IFF.
Ada juga grup paduan suara mahasiswa China yang menyanyikan lagu Ayo Mama dari daerah Maluku, Tari Xinjiang yang dibawakan 6 mahasiswa asli Xinjiang China dan pertunjukan seni kaligrafi China atau Shufa.
Para pengunjung pun tampak sangat menikmati cita rasa masakan Indonesia sembari menyimak berbagai atraksi seni yang ditampilkan selama dua jam penuh.
Dan yang tak kalah menarik, pengunjung acara IFF bukan hanya orang China, tapi juga para mahasiswa asing dari berbagai negara di belahan Eropa, Afrika, mau pun Asia. “Saya sangat suka makanan ini,” kata Kunio, seorang mahasiswa dari Jepang, sambil menikmati semangkuk pecel.
Begitu juga komentar mereka terhadap atraksi budaya di atas panggung. “Pakaian tradisional Indonesia bagus-bagus,” kata Ibrahim, seorang mahasiswa dari Maroko mengomentari sesi peragaan busana yang menampilkan para mahasiswa China dengan pakaian-pakaian tradisional Indonesia.
Selama dua jam, pengunjung benar-benar dimanjakan dengan cita rasa indonesia yang mungkin agak sulit ditemui di Negeri Panda itu.
Acara ditutup tepat pukul 17.00 waktu setempat dengan penampilan Goyang Cesar yang diperagakan oleh Sri Widagdo dan diikuti oleh segenap panitia dan pengunjung acara IFF.
“Acara ini sangat penting untuk mempererat solidaritas sesama mahasiswa Indonesia, sekaligus meningkatkan kecintaan kita terhadap Tanah Air,” kata Tiffani Linardi, mahasiswi Indonesia yang datang dari kampus lain di Nanchang khusus untuk mengunjungi acara IFF. (Rifqi Hasibuan, Divisi Komunikasi dan Informatika Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Tiongkok cabang Nanchang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar